Mencari Goresan Warna di Jalanan: Catatan Seorang Desainer Pengelana

Di suatu sore, duduk di kafe kecil yang jendelanya menghadap jalan, aku menyadari sesuatu: jalanan itu penuh goresan warna yang tak pernah habis ditelusuri. Ada noda cat yang membentuk pola di aspal, poster yang menempel setengah robek, payung pedagang yang melemparkan bayangan berwarna. Sebagai desainer yang sering mengembara, aku belajar membaca kota seperti membaca palet. Kadang bukan tentang menemukan hal baru. Lebih sering tentang memberi perhatian pada hal yang sudah ada.

Mengamati palet jalanan

Perhatikan satu sudut dinding tua. Warnanya tidak lagi murni — ada lapisan cat lama, jamur, grafiti, stiker. Di sana aku menemukan kombinasi warna yang rasanya mustahil dibuat di studio. Biru yang pudar berinteraksi dengan oranye bekas iklan, menciptakan harmoni yang aneh namun memikat. Sebagai desainer, kita cenderung mencari referensi di Pinterest atau moodboard digital. Tapi di luar sana, palet terasa lebih spontan. Lebih brutal. Lebih manusiawi. Kalau kamu lagi malas menulis sketsa, cukup berdiri dan amati. Kontras, nilai, saturasi—semua hadir tanpa sengaja.

Sketch, foto, atau cuma ingat?

Aku sering ditanya, “Kamu lebih sering foto atau bikin sketsa?” Jawabannya berubah-ubah. Kadang aku ambil foto, simpel. Kamera ponsel menangkap detail yang susah diingat. Kadang aku buka sketchbook dan cepat menangkap garis besar — hanya gesture warna saja. Lalu ada hari-hari ketika aku sengaja tidak merekam apa pun. Hanya mengunci momen di kepala. Ada nilai pada lupa. Mengingat memaksa otak memilih, menyederhanakan. Foto bisa membuat kita malas berpikir. Sketsa memerlukan keputusan cepat. Ingatan? Itu latihan komposisi alami. Dan kadang aku membuka feed untuk mencari inspirasi, mengikuti seniman seperti fabiandorado, hanya untuk melihat bagaimana seseorang lain menerjemahkan dunia.

Perjalanan sebagai studio bergerak

Perjalanan mengajarkan fleksibilitas. Saat menginap di kota asing, meja kafe menjadi meja kerja. Jalanan jadi studio kolaboratif. Rambu lalu lintas, tekstur trotoar, kios kecil — semua itu elemen. Prinsip desain yang aku pegang tetap sama: observasi, seleksi, eksperimen. Bedanya, sumber inspirasi berubah cepat. Dalam satu blok aku bisa menemukan tipografi lawas, mural modern, dan pola kain yang menempel pada gerobak. Semua bercampur. Di studio tetap ada kontrol; di jalan ada sukarela menerima kejutan. Aku suka kejutan.

Sedikit teknik, banyak rasa

Biar nggak cuma melankolis, ada beberapa trik kecil yang sering aku gunakan. Pertama, cari warna aksen yang muncul berulang — itu bisa jadi titik fokus dalam palet. Kedua, perhatikan suhu warna: hangat dingin akan mengatur mood. Ketiga, tekstur—bukan hanya warna—berbicara banyak. Cat terkelupas terlihat lebih menarik daripada cat mulus di foto. Keempat, jangan takut ambil referensi dari hal “jelek”: noda oli atau karat sering memberikan warna yang kaya. Latihan sederhana: pilih satu sudut, ambil tiga warna utama, lalu buat sketsa cepat 10 menit. Ulang besok di sudut lain.

Terkadang aku bertanya pada diri sendiri: apa hubungan antara perjalanan dan desain? Jawabannya tidak rumit. Perjalanan memaksa kita melihat hal yang sama dari sisi berbeda. Jalanan mengajarkan kita ekonomi visual—bagaimana mengomunikasikan cerita dengan sumber terbatas. Desain yang baik juga tentang pengambilan keputusan yang bijak dengan sedikit elemen. Jadi, ketika aku pulang, bukan sekadar membawa foto. Aku membawa mindset baru.

Ada momen kecil yang selalu membuatku tersenyum: menemukan skema warna yang sempurna di etalase tukang roti, atau pola ubin yang ternyata cocok jadi latar untuk poster. Hal-hal itu sederhana, tapi setiap temuan memperkaya kosakata visualku. Dan lebih penting lagi, mereka mengingatkanku bahwa kreativitas bukanlah sesuatu yang eksklusif untuk studio atau galeri. Ia ada di jalan, di warung, di atap yang bocor.

Kalau kamu ingin memulai: keluar. Bawa buku kecil, pilih satu warna, dan tantang diri untuk menemukan lima variasinya dalam 30 menit. Bicarakan hasilnya dengan teman atau unggah sebagai catatan pribadi. Jangan takut terlihat aneh. Jalanan penuh orang aneh—masuk akal jika sedikit aneh itu juga kreatif.

Di akhir hari, aku tetap pulang dengan kopi di tangan dan kepala penuh catatan warna. Jalanan memberi lebih dari sekadar visual; ia memberi cerita, tekstur, dan alasan untuk terus penasaran. Bagi seorang desainer pengelana seperti aku, itu sudah cukup untuk membuat esok pagi terasa seperti kanvas baru.

Leave a Reply